Minggu, 29 April 2012

SEBELUM MENULISKAN SESUATU DI INTERNET

Maka perhatikanlah hal berikut:
1. Ketahuilah, orang yang berakal itu tampil untuk menyampaikan sesuatu…
sedangkan orang bodoh dan suka cari perhatian menyampaikan sesuatu UNTUK TAMPIL.. dan hal ini berkaitan dengan NIAT.. maka LURUSKAN NIATMU sejak awwal..
2. Landasilah dengan ilmu (dan pemahaman yang benar)
* Kalau masalah duniawi, PASTIKAN info yang disebutkan bukan merupakan suatu DESAS-DESUS atau “KATANYA dan KATANYA” atau informasi YANG BARU SAJA DIDENGAR/DILIHAT/DIBACA tapi belum diverifikasi kebenarannya..
* Kalau masalah agama, PASTIKAN bahwa engkau MEMILIKI ILMU sebelum menyampaikannya. Ilmu tentang apa yang hendak engkau sampaikan, engkau juga HARUS TAHU/BERILMU tentang maslahat-mudharat dari apa yang akan engkau sampaikan tersebut..
3. Kemudian terus senantiasa koreksi niat ketika SEDANG, maupun SETELAH menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan.. jagalah KEIKHLASHAN tersebut, sampai akhir hayat.. jangan sampai engkau menghapus amalan tersebut disebabkan engkau riya’ atau sum’ah atau ujub karena niatmu yang jelek, atau berubahnya niatmu pada pertengahan amal, atau berubahnya niatmu setelah beramal..


Penjelasan
1. Tampil untuk menyampaikan, bukan sebaliknya
Hendaknya seseorang memperhatikan hatinya sebelum beramal/berdakwah. Apakah ia memaksudkannya untuk beribadah kepadaNya ataukah untuk mencari perhatian manusia? dan hendaknya ia senantiasa meluruskan niatnya..
Karena orang yang melaksanakan ibadah kepada Allah, ia tampil karena ia ingin melakukan/menyampaikan sesuatu; sedangkan orang yang mencari-cari perhatian melakukan/menyampaikan sesuatu untuk menampilkan dirinya..


Ketahuilah, bahwa Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”
(Al Baqarah 2: 22)
Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma –yang sangat luas dan mendalam ilmunya- menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan,
”Yang dimaksud membuat sekutu bagi Allah (dalam ayat di atas, pen) adalah berbuat syirik. Syirik adalah suatu perbuatan dosa yang lebih sulit (sangat samar) untuk dikenali daripada jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam.”
[HR. Ahmad (4/403). Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiihul Jami’ (3731) dan Shahih at Targhiib wa at Tarhiib (36).]


Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah di hadapan para shahabat, kemudian beliau bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا هَذَا الشِّرْكَ فَإِنَّهُ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ
“Wahai sekalian manusia, takutlah kalian terhadap syirik karena dia lebih halus dari langkah semut.”
Kemudian seseorang bertanya,
“Wahai Rasulallah, bagaimana kami harus menghindarinya, sementara dia lebih halus dari langkah semut?”
Maka beliau menjawab:
قُولُوا
“Bacalah,
اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُهُ وَنَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُ
‘ALLAHUMMA INNAA NA’UUDZU BIKA MIN AN NUSYRIKA BIKA SYAY-AN NA’LAMUHU, WA NASTAGHFIRUKA LIMAA LAA NA’LAMUHU
(Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami mengetahuinya dan kami meminta ampun kepada-Mu terhadap apa yang kami tidak ketahui).’”
(HR. Ahmad, dll; dikatakan “HASAN LIGHAYRIHI” oleh Syaikh al-albaaniy dalam shahiih at-targhiib)


dari Abu Sa’id, dia berkata,
‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar bersama kami, sementara kami saling mengingatkan tentang Al Masih Ad Dajjal, maka beliau bersabda:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنْ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu yang lebih aku khawatirkan terhadap diri kalian daripada Al Masih Ad Dajjal?”
Abu Sa’id berkata, “Kami (para shahabat) menjawab, “Tentu.”
Beliau bersabda:
الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ
“Syirik yang tersembunyi, yaitu seseorang mengerjakan shalat dan membaguskan shalatnya dengan harapan agar ada seseorang yang memperhatikannya.”
(HR. Ibn Maajah; dishahiihkan oleh Syaikh al Albaaniy dalam shahiih ibn maajah)
dari Mahmud bin Labid berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil.”
Mereka bertanya: Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الرِّيَاءُ
“Riyaa`.”
(Råsulullåh kemudian melanjutkan)
إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَقُولُ يَوْمَ تُجَازَى الْعِبَادُ بِأَعْمَالِهِمْ
Allah ‘azza wajalla berfirman kepada mereka pada hari kiamat saat orang-orang diberi balasan atas amal-amal mereka:
اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ بِأَعْمَالِكُمْ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً
“Temuilah orang-orang yang dulu kau perlihat-lihatkan didunia lalu lihatlah apakah kalian menemukan balasan disisi mereka?”
(HR. Ahmad; dikatakan oleh al-’iraaqiy: “para perawinya TSIQAH (terpercaya)”, dikatakan oleh al-haytsamiy: “para perawinya para perawi yang shahiih”, dikatakan oleh al-mundziriy dan al-albaaniy: “isnadnya jayyid”)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
إِذَا جَمَعَ اللَّهُ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيهِ نَادَى مُنَادٍ
“Apabila Allah mengumpulkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terakhir pada hari Kiamat -di hari yang tidak ada keraguan dalamnya-, maka akan ada seorang penyeru yang menyeru,
مَنْ كَانَ أَشْرَكَ فِي عَمَلٍ عَمِلَهُ لِلَّهِ فَلْيَطْلُبْ ثَوَابَهُ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ
“Barangsiapa berbuat syirik yang ia kerjakan untuk selain Allah, hendaknya ia meminta balasan kepada selain Allah tersebut, sesungguhnya Allah tidak membutuhkan sekutu.”
(HR. Ibn Maajah; dishahiihkan syaikh al-albaaniy dalam shahiih ibn Maajah)


RIYAA’ adalah awwal mula kesesatan…
simak perkataan seorang salafush shalih, yang mana ia berkata:
‘Al Qur`an senantiasa terbuka untuk manusia, hingga wanita, anak-anak, dan orang dewasa dapat membacanya’.
Lalu seorang laki-laki berkata:
‘Aku telah membaca Al Quran, tetapi belum juga aku diikuti, demi Allah aku akan tetap berdiri tegak di tengah-tengah mereka, mudah-mudahan aku diikuti. Lalu ia pun berdiri dengan Al Qur`an di tengah-tengah mereka, tetapi belum juga ia diikuti…
Kemudian ia berkata: ‘Sungguh aku telah membaca Al Qur`an tetapi belum juga aku diikuti, dan aku telah berdiri di tengah-tengah mereka namun belum juga diikuti, maka aku akan membuat masjid di rumahku semoga aku bisa diikuti, Kemudian ia membuat masjid di rumahnya, tetapi ia belum juga diikuti.
Kemudian ia berkata: ‘Aku telah membaca Al Qur`an tetapi belum juga aku diikuti, aku juga telah berdiri ditengah-tengah mereka tetapi belum juga diikuti, lalu aku juga sudah membuat masjid di rumah tetapi belum juga aku diikuti, demi Allah aku akan memberi suatu pernyataan kepada mereka yang tidak mereka dapatkan dalam Al Qur`an, dan belum pernah mereka dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang semoga dengna ini aku bisa diikuti.
Ulama tersebut berkata: ‘Berhati-hatilah dengan apa yang dibawa orang ini, karena apa yang ia bawa itu sesat’ “.
(Atsar riwayat ad-Darimiy)


Lihatlah… orang ini MENYAMPAIKAN UNTUK TAMPIL.. sehingga ketika ia TIDAK MENDAPATKAN RESPON MASYARAKAT.. maka ia PUTUS ASA.. hingga akhirnya ia membuat-buat hadits, agar menarik perhatian masyarakat.. atau mungkin sebagian yang lain, karena PUTUS ASA-nya malah IKUT-IKUTAN dengan kemungkaran masyarakatnya.. na’uudzubilaah.. inilah akibat niat yang jelek..
Semoga Allah menyelamatkan kita dari riyaa’ dan sum’ah; yang ia adalah SYIRIK ASHGHAR, yang dosanya SANGAT BESAR, lebih besar dari mencuri, dll. Yang amalannya itu DIHAPUSKAN pahalanya oleh Allah, yang amalannya tersebut tidak Allah butuhkan, yang amalannya tersebut diserahkan Allah kepada yang ia tujukan, padahal sesuatu/seseorang yang ia tujukan tersebut sama sekali tidak memiliki surga untuk membalas kebaikan..


2. Menyangkut apa yang disampaikan
- Menyampaikan Perkara duniawi
Ketahuilah terlarang bagi kita menyampaikan desas-desus (kabar yang belum kita verifikasi kebenarannya) karena hal ini DILARANG NABI shallallahu ‘alayhi wa sallam.. berkata Al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallah ‘anhu:
“Adalah Rasulullah melarang dari ‘katanya dan katanya‘, banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan menyia-nyiakan harta.“
(Shahih, HR. Al-Bukhari)
Nabi shallallåhu ‘alaihi wa sallam berkata
إن الله يرضى لكم ثلاثاً، ويسخط لكم ثلاثاً؛
“Sesungguhnya Allah meridlai tiga hal bagi kalian dan murka apabila kalian melakukan tiga hal.
يرضى لكم
Allah ridha jika kalian
أن تعبدوه ولا تشركوا به شيئاً،
- Menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun,
أن تعبدوه ولا تشركوا به شيئاً،
- jika kalian berpegang pada tali Allah seluruhnya
وأن تناصحوا من ولاه الله أمركم،
- dan kalian saling menasehati terhadap para penguasa yang mengatur urusan kalian.
ويكره لكم،
Allah murka jika kalian:
قيل وقال،
(sibuk dengan) desa-desus (atau bahkan menyampaikan desas-desus sebelum memverifikasinya)
وكثرة السؤال،
banyak mengemukakan pertanyaan (yang tidak berguna)
وإضاعة المال
serta membuang-buang harta (dijalan yang mungkar, atau berlebih-lebihan dijalan yang mubah)”
(Shahiih, lihat silsilah ash shahiihah)
Bahkan orang-orang yang MENYAMPAIKAN setiap apa yang didengarnya maka disebut nabi PENDUSTA..
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
‘Cukuplah seseorang disebut pendusta bila ia menyampaikan seluruh apa yang ia dengar.’
(HR Muslim)
Hal ini BERTAMBAH PARAH dosanya, apabila menyangkut masalah agama.. maka janganlah engkau berkata dalam maslaah agama, SAMPAI ENGKAU PUNYA ILMU.. bukan hanya berasal dari “kata si fulaan” dsb..


- Menyampaikan perkara agama
Ketahuilah ini adalah perkara BERAT, maka janganlah kita MENGGAMPANGKAN diri kita dalam masalah ini.. Terlebih lagi apabila kita BELUM BERILMU.
Betapa banyak kita melihat KESESATAN bertebaran di masyarakat disebabkan orang-orang yang BERBICARA TANPA ILMU1 ?!
Ini semua akibat dari ia berdakwah tanpa didasari ilmu, ia mengira berdakwah tanpa ilmu itu sah-sah saja, bahkan ia berdalil “Sampaikan walau hanya satu ayat” tanpa memahami makna hadits tersebut.
Sehingga ketika ia sudah TERKENAL, POPULER dan PUNYA BANYAK PENGIKUT akibat dakwah-nya yang berdasarkan kebodohan tersebut, ia TIDAK MAU mengikuti kebenaran ketika ia diluruskan… Bahkan yang ada dirinya berdalih dengan NIAT BAIK.. Sesungguhnya orang-orang ini termasuk dalam firmanNya:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ . أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشْعُرُونَ
Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
(QS al Baqarah: 11-12)


Benarlah… Karena KEBODOHAN MEREKA (beramal tanpa ilmu) mereka TIDAK SADAR BERBUAT KESESATAN, bahkan mereka -dengan kebodohan mereka- MENGIRA TELAH BERBUAT BAIK.. tapi Nyatanya, dalih niat baik itu BUKAN HUJJAH.. karena apa yang mereka perbuat, MENYELISIHI SYARI’AT ALLAAH..
Oleh karenanya benarlah perkataan ‘Umar ibn ‘Abdil ‘Aziiz rahimahullah:
مَنْ تَعَبَّدَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ
“Barangsiapa (yang) beribadah (tapi) tanpa ilmu, (maka) ia akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki..”
Maka janganlah engkau ingin memperbaiki orang lain, sementara engkau lupa bahwa pertama-tama engkau harus memperbaiki dirimu sendiri… Maka perbaikilah dirimu DENGAN MENUNTUT ILMU terlebih dahulu, barulah ketika engkau telah memiliki ilmu, SAMPAIKANLAH ilmu tersebut dengan benar kepada orang lain.


3. Renungan setelah beramal
Mungkin ketika kita sudah mengaplikasikan DUA POINT PERTAMA.. maka kita KURANG MENDAPATKAN RESPON.. apakah itu “kita tidak diperhatikan” atau “diperhatikan tapi tidak direspon” atau sebagiannya..
maka akhi, kalaulah apa yang kita sampaikan itu BENAR, dan kita telah menyampaikannya dengan cara yang benar pula..
maka: ingatlah niat awwal kita..
- kepada siapakah kita melakukan hal ini? kepada Allah ataukah kepada manusia?
- untuk apakah kita melakukan hal ini? untuk mencari keridha-anNya atau keridhan manusia?
apabila seseorang yang rusak niatnya diakhirnya, maka itu pertanda niat awalnya itu sudah rusak, namun ia tidak menyadari… ya subhaanallaah..
Allah berfirman:
أَمْ تَسْأَلُهُمْ خَرْجًا فَخَرَاجُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Atau kamu meminta upah kepada mereka?”, maka upah (pahala) dari Rabbmu adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezeki Yang Paling Baik.
(Al-Mukminun: 72)
Allah berfirman kepada Rasuulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam:
وَمَا تَسْأَلُهُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِّلْعَالَمِينَ
Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap seruanmu ini), itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam.
(Yusuf: 104)
Dan perkataan ORANG-ORANG BERIMAN (didalam HATI mereka):
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan Wajah Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
(Al-Insaan: 9)
Berkata Sa’id ibn Jubeyr Rahimahullaah, ahli tafsir dari kalangan tabi’in:
“Demi Allaah, mereka TIDAK MENGUCAPKAN DENGAN LISAN-LISAN MEREKA ketika didunia, tapi perkataan diatas ini adalah apa yang ada DIDALAM HATI MEREKA…”
(Lihat tafsiir ibn katsiir)


Maka ketika statusmu itu SEDIKIT YANG NGE-LIKE bahkan TIDAK ADA YANG NGELIKE.. janganlah kecewa.. jika engkau kecewa.. apa kekecewaanmu karena SEDIKIT YANG NGE-LIKE atau TIDAK ADA YANG NGE-LIKE?! itukah SUMBER KEKECEWAANMU?! maka hendaknya engkau mengoreksi kembali niatmu.. barangkali niatmu dalam membuat statusmu itu adalah untuk MENCARI LIKE atau MENCARI COMMENTS bukan untuk MENCARI WAJAH ALLAH..
ketahuilah DENGAN DIBACA-NYA postinganmu itu oleh orang lain, maka engkau sudah bisa BERSYUKUR karena ilmu telah sampai kepadanya.. baik ia me-like atau tidak me-like.. yang terpenting, dia sudah membacanya.. walaupun itu SATU ORANG..
bagiamana kalau tidak ada yang membaca? ketahuilah ya akhi.. bukankah kita meniatkan ini untuk Allah?! bukankah Allah Maha Mengetahui? Maha Melihat? lagi Maha Mensyukuri?! tidakkah cukup Allah bagi kita? jika sekiranya SELURUH MANUSIA tidak mendengar atau bahkan menentang kita? padahal kita telah menyampaikan kebenaran, dan menyampaikan dengan benar.. maka orang YANG LEBIH BAIK dari kita TELAH MENGALAMINYA.. YAITU RASUULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAYHI WA SALLAM:
tentang dakwah beliau Allah berfirman:
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“… dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
(QS. Asy-Syura [42]: 52)
mengartikan dakwah beliau dakwah yang SEMPURNA baik dalam hal ilmu, maupun penyampaian.. khususnya penyampaian, maka AKHLAQ beliau adalah akhlaq yang MULIA.. sebagaimana firmanNya:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlaq yang mulia.
(Al-Qalam: 4)
tapi Allah berfirman:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
(al Qashash: 56)
Allah juga berfirman:
أَفَأَنتَ تُسْمِعُ الصُّمَّ أَوْ تَهْدِي الْعُمْيَ وَمَن كَانَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
Maka apakah kamu dapat menjadikan orang yang pekak bisa mendengar atau (dapatkah) kamu memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya) dan kepada orang yang tetap dalam kesesatan yang nyata?
(Az-Zukhruf: 40)


Dan kesedihan dalam hal ini wajar, yaitu kesedihan orang-orang jauh dari kebenaran tidak mau mendengar kebenaran, tidak mau memahimnya, serta tidak mau mengikutinya (membenarkannya).. karena ini adalah akhlaq nabi kita shallallahu ‘alayhi wa sallam, sampai-sampai Allah berfirman tentang beliau:
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِن لَّمْ يُؤْمِنُوا بِهَٰذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا
Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).
(Al-Kahf: 6)
inilah keagungan akhlaq beliau.. dimana Allah berfirman:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, SANGAT MENGINGINKAN (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.
(At-Tawbah: 128)
Maka kita sebagai pihak yang menyampaikan kebenaran, berkata:
لاَ حَوْلاَ وَلاَ قُوَّةَ إلاَّ باِللهِ
“Tidak ada kemampuan bagi kami dalam melakukan amalan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah, dan tidak ada kekuatan bagi kami untuk meninggalkan maksiat kecuali dengan pertolongan dari Allah (pula).”
Maka tidak ada kemampuan pula bagi kami untuk memberi SETIAP MANUSIA hidayah, sebagaimana kami tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan hidayahMu yaa Allaah.. kami bertawakkal kepadaMu (setelah ikhtiar kami) dan sesungguhnya akhir yang baik bagi mereka yang bertawakkal..
Maka niatkanlah SEGALA AMALAN IBADAH kita dengan niat yang lurus, dan jagalah niat tersebut hingga akhir hayatmu; agar kelak di yawmil hisab, engkau dapat melihat dan memetik hasil dari apa-apa yang sudah engkau kerjakan; hanya Allah-lah yang memberi kita taufiq (kemudahan serta pertolongan) untuk melakukan demikian..